jump to navigation

pengujian mutu gondorukem sesuai SNI 7636: 2011 Desember 23, 2012

Posted by priyosetyoko in Uncategorized.
trackback

ABSTRAK

Priyosetyoko

Pengujian Mutu Gondorukem Sesuai SNI 7636: 2011

           Pinus merkusii Jungh et de vriese pertama kali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang botani dari Jerman yaitu Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841. Hutan Pinus mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang pembangunan karena kemampuannya yang majemuk sebagai sumberdaya yang menguntungkan. Gondorukem merupakan resin padat yang secara alami terdapat dalam getah pohon pinus. Gondorukem dihasilkan dari proses penyulingan  getah pinus  berbentuk padat dan berwarna kuning sampai kecokelatan. Gondorukem getah dan gondorukem kayu terdiri dari 80-90% asam resin dan sekitar 10% komponen netral, sedangkan gondorukem tall oil terdiri dari 30-60% asam resin, 30% asam lemak, dan sekitar 10% komponen netral. Pengujian kualitas gondorukem berdasarkan SNI 7636: 2011. Pengujian utama yang dilakukan meliputi; analisis warna, kadar kotoran, kadar abu, uji titik lunak, kadar komponen menguap. Sedangkan pengujian khusus meliputi uji bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod. Mutu yang disimpulkan dari pengujian gondorukem adalah kategori mutu WW (Water Glass) dengan rincian hasil pengujian sebagai berikut: warna gondorukem WW, titik lunak 75ºC, kadar kotoran 0,0409%, kadar abu 0,0181%, kadar komponen menguap 0,959%, bilangan asam 215,58, bilangan penyabunan 199,5511, bilangan iod 9,3925.

Kata kunci:  Pinus merkussi, Gondorukem, Water Glass

TINJAUAN PUSTAKA

 III.1. Tanaman Pinus

           Pinus merkusii Jungh et de vriese pertama kali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang botani dari Jerman yaitu Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai 2ºLS. Pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kelemahan pinus merkusii adalah peka terhadap kebakaran, karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami (Siregar, 2005).

             Menurut Baharuddin danTaskirawati (2009) sistematika pohon Pinus adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermathopytha

Subdivisi : Gymnospermae

Kelas : Coniferae

Ordo : Pinales

Famili : Pinaceae

Genus : Pinus

Spesies : Pinus merkusii

 

            Pohon pinus dapat mencapai tinggi 60-70 m dengan diameter 100 cm. Kulit batang berwarna kelabu tua, berjalur agak dalam, memanjang bersepih dalam lempeng, batang bulat panjang lurus dan kadang-kadang juga bengkok. Tajuk pohon ini tidak begitu lebar, pada waktu muda berbentuk kerucut panjang dan agak rapat dan selalu hijau. Daunnya berbentuk jarum dengan panjang 15-20 cm dan buahnya berbentuk kerucut.

            Di Indonesia secara alami hanya terdapat satu jenis Pinus yaitu Pinus merkusii di Sumatera Utara (sekitar Aceh dan Tapanuli). Selain di Indonesia Pinus merkusii juga dapat dijumpai di Vietnam, Kamboja, Thailand, Burma, India dan Philipina. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik, Pinus membutuhkan:

1. Ketinggian tempat tumbuh 200-2000 m dari permukaan laut.

2. Temperatur udara berkisar 18-30ºC.

3. Reaksi tanah (pH) berkisar antara 4,5-5,5.

4. Bulan basah (5-6 bulan) yang diselingi dengan bulan kering yang pendek (3-4 bulan).

            Kayu pinus merkussi memiliki sifat-sifat yang spesifik. Sifat tersebut yaitu berat jenis sebesar 0,55 (0,4-0,75), kelas kuat III, kelas awet IV, kandungan selulosa, lignin, pentosan, abu dan silica berturut-turut 54,9%; 24,3%; 14%; 1,1%; dan 0,2% (Martawijaya et al.1989).

            Penyebaran Pinus spp meliputi: Eurasia dan Amerika. Menurut data yang tersedia tahun 1967 suku Pinus memiliki lebih kurang 107 jenis yang tersebar secara alami di berbagai tempat tumbuh yang berbeda-beda di benua Eropa, Afrika dan Asia. Di Asia terdapat lebih kurang 28 jenis, diantaranya 3-7 jenis terdapat di Asia Tenggara antara lain: Pinus merkusii, Pinus kaysia, Pinus insularis (Sanudin, 2009).

            Hutan tanaman tusam di Indonesia umumnya berasal dari Aceh atau asal mulanya dari Blangkejeren, sedangkan asal Tapanuli dan Kerinci belum dikembangkan. Pernah dicoba menanam Pinus merkusii asal tapanuli di Aek Nauli, tetapi karena serangan Miliona basalis akhirnya tidak dilanjutkan pengembangannya dan teknik budidayanya terutama dalam hal perbenihan belum dikuasai. Padahal secara visual masyarakat berpendapat adanya keunggulan asal Tapanuli dengan sifat pohon yang lebih lurus, warna kayu lebih putih dan kadar getah/resinnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan asal Aceh. Harga kayu untuk pohon yang lurus atau “asli Tapanuli” di Tapanuli Utara jauh lebih mahal atau hampir dua kali dari pada kayu yang dianggap berasal dari Aceh (Harahap, 2000).

            Hutan Pinus mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang pembangunan karena kemampuannya yang majemuk sebagai sumberdaya yang menguntungkan. Getah yang dihasilkan oleh Pinus merkusii digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila saluran resin pada kayu tersebut tersayat. Oleoresin Pinus berbeda dengan natural resin yang merupakan getah alami yang keluar dari rongga-rongga jaringan kayu pada genus Dipterocarpaceae. Getah pinus terdapat pada saluran interseluler sel atau saluran dammar traumatis dimana saluran damar tersebut dibentuk oleh suatu mekanisme baik secara lysigenous (sel pada jaringan kayu hancur dan meninggalkan celah) maupun schizogenous (sel memisahkan diri) atau schizolysigenous. Saluran resin memanjang batang diantara sel-sel trakeida atau melintang radial dalam berkas jaringan jari-jari kayu. Saluran vertikal memanjang batang biasanya lebih besar dibandingkan saluran ke arah radial dan sering kedua saluran tersebut berhubungan dan membentuk jaringan transportasi getah didalam pohon (Santosa, 2010).

            Produksi getah Pinus secara keseluruhan dipengaruhi oleh:

1. Luas areal sadapan.

2. Kerapatan (jumlah pohon per Ha).

3. Jumlah koakan tiap pohon dan jangka waktu pelukaan.

4. Sifat individu pohon.

5. Keterampilan tenaga kerja penyadap.

            Manfaat pohon pinus dari segi ekonomi adalah kayu dan getahnya. Kayunya untuk berbagai keperluan seperti konstruksi ringan, mebel, pulp, korek api dan sumpit, sedangkan getahnya dapat dipakai untuk membuat terpentin dan gondorukem (Darussalam, 2011).

III.2. Penyadapan Getah Pinus

            Prinsip keluarnya getah dari luka adalah sebagai berikut: saluran getah pada semua sisi dikelilingi oleh jaringan parenkim diantara saluran getah dan sel-sel parenkim terdapat keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada batang pinus sampai saluran getahnya terbuka, maka tekanan dinding penyambung antara epidermis berkurang akibatnya getah keluar. Produksi getah per pohon per tahun untuk berbagai jenis pinus antara lain:

1. Pinus khaya: 7.0 kg /pohon/tahun.

2. Pinus merkusii: 6.0 kg /pohon/tahun.

3. Pinus palustris: 4.2 kg /pohon/tahun.

4. Pinus maritima: 3.0 kg /pohon/tahun.

5. Pinus longifolia: 2.5 kg /pohon/tahun.

6. Pinus austriasca: 2.1 kg /pohon/tahun.

7. Pinus excelsa: 1.2 kg /pohon/tahun.

            Penyadapan getah Pinus dapat menjadi salah satu alternatif sumber penghasilan bagi masyarakat. Pelatihan penyadapan pinus bagi masyarakat dapat dilakukan melalui kerjasama dengan beberapa pihak seperti; Dinas Kehutanan dan Balai Penelitian Kehutanan. Umumnya pohon Pinus dapat disadap getahnya setelah berumur 11 tahun sampai umur 80 tahun. Oleh karena itu terdapat rentang yang cukup panjang bagi masyarakat untuk bisa memperoleh pendapatan dari pohon Pinus tanpa harus menebang pohonnya. Setelah Pinus tidak dapat disadap lagi, maka tentu saja pohonnya dapat ditebang dan dimanfaatkan kayunya untuk berbagai keperluan (Sundawati dan Alfonsus, 2008).

            Faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas getah Pinus yaitu; faktor pasif meliputi; kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis dan ketinggian tempat. Sedangkan faktor aktif adalah kualitas dan kuantitas tenaga sadap serta perlakukan dan metode sadapan. Faktor-faktor tersebut dapat diperinci bahwa produktivitas getah dipengaruhi juga oleh faktor lain yang meliputi; luas areal sadap, umur pohon, kerapatan pohon, jumlah koakan tiap pohon, arah sadap terhadap matahari, jangka waktu pelukaan, sifat individu pohon dan keterampilan penyadap serta pemberian stimulansia (Santosa, 2010).

            Menurut Sanudin (2009) dalam memungut getah Pinus, seorang penyadap dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

  1. Musim hujan yang terus menerus menyebabkan suhu udara rendah sehingga getah cepat beku.
  2. Adanya mata pencaharian lain. Pekerjaan lain dengan upah yang lebih tinggi menyebabkan penyadap memilih pekerjaan tersebut sehingga penyadapan terganggu, hal ini mengingat pada umumnya penyadap mempunyai pekerjaan lain.
  3. Jarak dari desa ke sadapan.
  4. Situasi pasaran gondorukem.

 III.3. Pengolahan getah pinus

 

            Getah atau oleoresin dikumpulkan selanjutnya diolah untuk dipisahkan komponennya. Komponen yang mudah menguap atau atsiri adalah terpentin dan komponen padatannya disebut gondorukem atau resin (Baharuddin dan Ira, 2009).

            Minyak terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Secara tradisional minyak terpentin digunakan sebagai pelarut atau pembersih cat, pernis dan lain-lain. Saat ini minyak terpentin banyak digunakan sebagai disinfektan dan bahan baku industri farmasi. Derivat minyak terpentin seperti, isoboryl asetat, kamfer, sitral, linalool, sitronellal, mentol dan sebagainya juga dapat dimanfaatkan (Waluyo, 2009).

III.4. Gondorukem

 Gondorukem (resina colophonium) adalah olahan dari getah hasil sadapan pada batang tusam (Pinus). Gondorukem merupakan hasil pembersihan terhadap residu proses destilasi (penyulingan) uap terhadap getah tusam. Hasil destilasi larutan getah sendiri menjadi terpentin. Gondorukem diperoleh dari pengolahan getah Pinus yang berasal dari proses penyadapan (Baharuddin dan Ira, 2009).

Gambar 3.1 Gondorukem

Gondorukem merupakan resin padat yang secara alami terdapat dalam getah pohon pinus. Gondorukem dihasilkan dari  proses  penyulingan  getah pinus  berbentuk padat dan berwarna kuning sampai kecokelatan (Kirk & Othmer, 2007). Berdasarkan sumber dan cara memperolehnya gondorukem dibedakan menjadi  tiga jenis, yaitu gondorukem getah yang merupakan hasil destilasi getah yang  diperoleh  dari  penyadapan  pohon pinus, gondorukem kayu yang diperoleh dari ekstraksi tunggul pohon pinus tua, dan gondorukem tall oil yang merupakan hasil sampingan pabrik pulp kraft dengan bahan baku kayu pinus (Kirk & Othmer 2007).

Gondorukem atau resin adalah campuran asam-asam resin antara lain berbagai isomer dari anhidrida asam abietat C19H29COOH, abietat anhidrida C40H58O3, dan hidrokarbon (zat tak tersabun) yang diperoleh dari hasil pengolahan getah pinus yang berupa padatan.

Gondorukem merupakan produk olahan dari getah pohon pinus (famili Pinaceae) yang saat ini merupakan komoditi andalan non migas yang bukan berasal dari kayu atau rotan (Susilowati, 2001).

III.4.1 Sifat Gondorukem

            Gondorukem  merupakan  senyawa  kompleks  yang  larut  dalam  pelarut organik  seperti  etil  alkohol,  etil  ester,  dan  benzena  namun  tidak  larut  dalam  air (Kirk & Othmer 2007). Gondorukem getah dan gondorukem kayu terdiri dari 80-90% asam resin dan sekitar 10% komponen netral, sedangkan gondorukem tall oil terdiri dari 30-60% asam resin, 30% asam lemak, dan sekitar 10% komponen netral.

            Asam resin dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu tipe abietat dan tipe pimarat. Asam resin tipe abietat mudah terisomer oleh panas dan mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara, sedangkan asam resin tipe pimarat memiliki sifat yang lebih stabil. Asam resin tipe abietat terdiri dari asam abietat, levopimarat, neoabietat, palustrat, dan dehidroabietat (Gambar 1), sedangkan jenis-jenis asam resin yang termasuk tipe pimarat yaitu asam pimarat dan asam isopimarat (Gambar 2). Kedua tipe asam resin tersebut memiliki rumus empiris yang sama yaitu C20H30O2 (Kirk & Othmer 2007). Jenis-jenis asam resin yang tidak termasuk ke dalam tipe abietat dan pimarat dikelompokkan ke dalam asam resin tipe lain, misalnya asam elliotinoat, asam sandaracopimarat, dan asam merkusat, sedangkan jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada tall oil rosin terutama terdiri dari asam oleat, asam linoleat, dan asam palmitat. Komponen-komponen netral terdiri dari 60% ester asam lemak dan sisanya adalah sterol, higher alkohol dan hidrokarbon.

Asam Abietat                                             Asam Levopiramat

Asam Dehidroabietat                               Asam Neoabietat

Asam Palustrat

Gambar 3.2 Struktur asam-asam tipe abietat

Asam Pimarat                                           Asam Isopimarat

Gambar 3.3 Struktur asam –asam resin tipe pimarat

            Tipe asam pimarat yang ada dalam gondorukem Indonesia meliputi asam sandaracopimarat dan isopimarat, sedangkan tipe asam abietat meliputi asam abietat, asam palustrat, asam dehidroabietat, asam neoabietat, dan asam merkusat yang merupakan ciri khas gondorukem dari pinus merkusii (Wiyono.et al, 2007).

Warna gondorukem tergantung dari sumber dan metode pembuatannya. Warnanya sangat bervariasi mulai dari yang sangat pucat, merah gelap hingga hitam. Bila waktu pengolahan  lama akan menghasilkan warna gondorukem yang lebih gelap, bilangan asam naik kemudian turun, sedangkan titik lunak turun kemudian naik. Biasanya produk ini tembus cahaya, rapuh pada suhu ruangan, serta mengandung bau dan rasa terpentin.

Di Indonesia gondorukem dan terpentin diambil dari batang tusam Sumatera (Pinus merkusii). Di luar negeri sumbernya adalah P. palustris, P. pinaster, P. ponderosa, dan P. roxburghii. Gondorukem diperdagangkan dalam bentuk keping-keping padat berwarna kuning keemasan. Kandungannya sebagian besar adalah asam-asam diterpena, terutama asam abietat, asam isopimarat, asam laevoabietat, dan asam pimarat (wikipedia).

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2001), gondorukem (Colophony) adalah padatan hasil penyulingan getah pohon pinus (Pinus merkusii). Nama lain gondorukem, antara lain gum rosin, pine resin, resin, siongka, kucing, dan sebagainya. Daerah penghasil tersebar luas di daerah pegunungan di Indonesia terutama di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali (Suryamiharja dan Buharman, 1986 dalam prawira, 2008).

Gondorukem yang dihasilkan di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi beberapa mutu yang ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Klasifikasi mutu dalam standar penggolongan gondorukem harus memenuhi syarat mutu dan syarat khusus yang telah ditetapkan. Mutu gondorukem yang dihasilkan dari pengolahan getah pinus dapat diklasifikasikan menurut warna, titik lunak, kadar kotoran, kadar abu, dan komponen menguap.

             Di Indonesia, komoditi ekspor ini dihasilkan secara monopoli oleh PT. Perhutani, terutama dari penanaman tusam di hutan pegunungan Jawa yang menjadi lahan konsesi BUMN itu.

III.5.  Manfaat Gondorukem

Penggunaan gondorukem dapat dalam bentuk non modifikasi maupun modifikasi. Gondorukem non modifikasi digunakan sebagai bahan pengisi pada pembuatan kertas, pabrik tinta cetak, perekat, dan insulator listrik sedangkan gondorukem modifikasi digunakan dalam industri karet tiruan, perekat tinta cetak, cat pelitur, pelapis pada permukaan kayu, permen karet, dan minuman ringan. Manfaat gondorukem dibidang industri adalah:

  1. Industri batik: bahan penyampur lilin batik sehingga diperoleh malam. Kebutuhan kira-kira 2.500 ton/tahun.
  2.  Industri kertas: bahan pengisi dalam pembuatan kertas. Kebutuhan kira-kira 0,5 % dari produksi kertas atau 2.000 ton/tahun.
  3. Industri sabun: sebagai campuran kira-kira 5-10% dari berat sabun.
  4. Pembuatan Vernis, tinta, bahan isolasi listrik, lem, industri kulit dan lain-lain.
  5. Di luar negeri manfaat lain gondorukem dan derivatnya digunakan untuk membuat resin sintetis, plastik, lem, aspal, bahan plistur, lak sintetis, industri sepatu, galangan kapal, dll. (http://trubusan.blogspot.com).

Produksi gondorukem ini diekspor dengan tujuan ke Negara Asia (seperti India, Singapura, Taiwan) sekitar 56%, Amerika (Amerika Serikat) sekitar 3%, Eropa (Perancis, Belanda, Italia, Inggris) sekitar 40% (Fachroji, 2009).

BAB IV

METODE PENGUJIAN

 

IV.1. Tujuan Percobaan

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas atau mutu gondorukem sebelum diperdagangkan.

IV.2. Alat dan Bahan

IV.2.1. Uji warna Lovibond

–       Alat:

Alat yang digunakan dalam menguji warna gondorukem adalah satu set alat Lovibond komparator. Lovibond komparator merupakan alat yang yang didalamnya terdapat beberapa gondorukem yang berukuran 2 cm dan gondorukemnya terdiri dari beberapa kelas mutu dari XC sampai G.

–       Bahan:

Sampel gondorukem

IV.2.2. Uji warna dengan metode Gardner

–       Alat:

Alat yang digunakan dengan metode gardner yaitu Gardner Liquid Colour Illuminator Standard 1-18 sebagai standar warna, beaker glass 100 mL, hot plate basic, timbangan analitik, gardner tube standard (tabung gardner standar) untuk tempat larutan untuk dicocokan warna.

–       Bahan:

Sampel gondorukem dan toluol p.a.

IV.2.3. Uji Titik Lunak

–       Alat:

Alat yang digunakan untuk menguji titik lunak terdiri dari seperangkat set alat softening point ring and ball apparatus, yaitu seperangkat alat yang terdiri dari ring holder yang berfungsi sebagai tempat cetakan dari gondorukem yang telah dilelehkan. Ball apparatus yang berfungsi untuk memberikan beban pada ring holder agar pada saat gondorukem meleleh dapat sampai  pada plat dasar karena adanya dorongan daro ball apparatus. Gelas piala 800 mL yang berfungsi sebagai tempat air yang akan dipanaskan sebagai tempat meletakkan satu set alat softening point, dan alat yang terakhir yaitu thermometer yang berfungsi sebagai petunjuk temperatur air.

–       Bahan:

Sampel gondorukem  dan aquades yang akan dipanaskan untuk melelehkan gondorukem.

IV.2.4. Uji Kadar Kotoran

–       Alat:

Untuk menguji kadar kotoran dalam gondorukem diperlukan alat antara lain, gelas piala 400 mL untuk wadah gondorukem yang akan dilarutkan dalam toluol, cawan gooch G-3 untuk penyaring gondorukem yang telah dilarutkan, oven yang digunakan untuk mengeringkan cawan gooch yang sebelumnya digunakan untuk menyaring gondorukem yang telah terlarut dalam toluol, dan desikator sebagai pendingin cawan gooch yang dioven.

–       Bahan:

Sampel yang digunakan untuk menguji kadar kotoran yaitu, gondorukem , dan toluol untuk pelarut gondorukem.

IV.2.5. Uji Komponen Menguap

–       Alat:

Untuk mengetahui jumlah komponen menguap dalam gondorukem digunakan alat antara lain, gelas arloji untuk tempat gondorukem yang telah dihaluskan, oven untuk memanaskan sampel gondorukem, dan desikator yang digunakan sebagai pendingin gelas arloji setelah dikeluarkan dari oven.

–       Bahan:

Sampel yang digunakan dalam uji komponen menguap yaitu, gondorukem .

IV.2.6. Uji Kadar abu

–       Alat:

Untuk mengetahui jumlah kadar abu maka digunakan alat antara lain; cawan sebagai wadah serbuk gondorukem, pembakar mackern yang digunakan untuk mengabukan gondorukem, dan desikator yang digunakan untuk pendingin cawan yang baru keluar dari pembakar macker.

–       Bahan:

Sampel yang digunakan dalam penentuan jumlah kadar abu yaitu gondorukem.

IV.2.7. Uji Bilangan Asam

–       Alat:

Alat yang digunakan dalam menguji bilangan asam adalah, pipet tetes, pipet volume, kondensor refluks, gelas erlenmeyer 300 mL untuk menempatkan sampel saat dititrasi, buret 50 mL sebagai tempat larutan titran.

–       Bahan:

Sampel yang digunakan untuk menguji bilangan asam yaitu gondorukem dari PGT Sapuran, KOH 0,5 N sebagai penitrasi, dan indikator PP.

IV.2.8. Uji Bilangan Penyabunan

–       Alat:

Alat yang digunakan dalam pengujian bilangan asam adalah, erlenmeyer 300 mL yang berfungsi sebagai tempat sampel yang akan dititrasi, buret 50 mL yang digunakan sebagai tempat penitrasi sampel gondorukem, pipet tetes yang digunakan sebagai alat mengambil larutan, dan kondersor refluks.

–       Bahan:

Sampel yang digunakan dalam uji kadar kotoran yaitu, gondorukem yang diperoleh dari PGT Sapuran, KOH 0,5 N yang berfungsi sebagai penitrasi alkohol 97% dan larutan indikator PP.

IV.2.9. Uji Bilangan Iod

–       Alat:

Alat yang digunakan pada pengujian bilangan iod antara lain, erlenmeyer 300 mL sebagai tempat sampel yang dititrasi, buret 50 mL sebagai tempat penitrasi gondorukem, pipet tetes yang digunakan untuk mengambil larutan, dan beker gelas.

–       Bahan:

Bahan yang digunakan adalah sampel gondorukem yang diperoleh dari PGT Sapuran, larutan KI, larutan Wijs, larutan CHCl3, larutan Na2S2O3 0,5 N yang digunakan sebagai penitrasi, dan indikator kanji.

IV.3. Cara Kerja

Cara pengujian Gondorukem yang dilakukan mengacu pada Standar Nasional Indonesia ( SNI ) 7636:2011.

IV.3.1. Uji warna metode Lovibond Comparator

Warna gondorukem ditetapkan / dibandingkan dengan standar warna Lovibond Comparator yaitu XC, XB, XA, X, WW, WG, N, K, I, H, G, F, dan D. Cara pengujiannya yaitu: Contoh dibuat bentuk kubus ukuran 7/8 inch atau       2,225 cm. Contoh sampel yang ditentukan warnanya dibandingkan dengan standar warna Lovibond Comparator. Kualitas gondorukem ditentukan dari warna contoh yang mendekati (sama atau lebih) dari standar warna Lovibond Comparator. Apabila contoh jelas lebih gelap dari warna suatu standar warna, tetapi lebih terang dari standar warna dibawahnya, maka contoh gondorukem tersebut diklasifikasikan ke standar warna yang dibawahnya.

Diagram uji warna dengan Lovibond Comparator

Sampel gondorukem berbentuk kubus ukuran 2,20 cm

Menentukan mutu sampel dengan membandingkan dengan standar warna Lovibond Comparator

IV.3.2. Metode Gardner

Warna metode Gardner diuji sesuai Instruction Manual Gardner Liquid Color Standard. Cara kerjanya yaitu dengan menimbang 5 gram gondorukem kemudian melarutkan dalam 14 gram toluol di dalam tabung gardner. Prinsipnya yaitu pengamatan warna larutan gondorukem dalam pelarut yang dicocokkan dengan standar warna yang menentukan mutu gondorukem. Cara pembacaan yaitu missal 2 (dua warna) pembanding pada Liquid Color Iluminator adalah skala 5 dan 6. Apabila warna sampel sama dengan warna pada skala 5 maka nilai sampel adalah 5. Apabila warna sampel lebih dekat dengan warna pada skala 5, maka nilai warna sampel adalah 5. Apabila warna sampel berada pada posisi warna pada skala 5 dan 6, maka nilai warna sampel adalah 5-6.

Diagram uji warna dengan metode Gardner

10 gram sampel padat/cair

Melarutkan sampel ke dalam toluol p.a. 12 gram

Menuangkan larutan sampel dan toluene kedalam Gardner Tube Standar hingga 2/3 dari volume tube

Menutup dan meletakkan tabung pada sesuai pembanding pada liquid color iluminator

IV.3.3. Uji titik lunak

Titik lunak diukur dengan alat softening point ring and ball Apparatus.

–     Contoh yang telah dibuat serbuk halus dicairkan pada suhu rendah, masukkan ke dalam  Ring  selanjutnya permukaan diratakan. Letakkan  Ring  yang berisi contoh pada Ring  Holder dan letakkan bola baja diatas contoh tersebut. Ring berserta bola baja dan termometer gelas dimasukkan ke dalam piala gelas volume 800 mL, tinggi piala gelas antara 14–15 cm dan diameternya antara   9,5–10,5 cm. Beker glass diisi dengan aquades, ketinggian aquades dalam piala gelas antara 10,16–10,78 cm. Panaskan air perlahan–lahan pada temperatur awal ± 40 ºC sampai gondorukem tersebut melunak dan bola baja turun menyentuh lempeng bawah. Titik lunak adalah suhu rata–rata dari hasil pembacaan pada waktu bola baja turun menyentuh plat dasar.

–     Contoh rangkaian alat dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 Alat softening point ring and ball

–       Keterangan notasi gambar 4a:

1    :     diameter dalam besar 19,84 mm ± 0,1 mm.

2    :     diameter luar besar 23,02 mm ± 0,1 mm.

3    :     diameter dalam kecil 15,88 mm ± 0,1 mm.

4    :     diameter luar kecil 19,05 mm ± 0,1 mm.

5    :     tinggi 6,35 mm ± 0,1 mm.

–       Keterangan notasi pada gambar 4b :

1    :     plat kuningan tebal ± 1 mm.

2    :     jarum penjepit bola baja: 6,5 mm–7,0 mm

–       Keterangan notasi pada gambar 4c :

1    :     tinggi air dalam gelas piala 10,16–10,78 cm.

2    :     jarak ring dengan plat dasar atas 2,54 cm.

3    :     jarak ujung termometer dengan plat dasar atas 12,7 mm.

4    :     jarak plat dasar dengan dasar piala gelas 12,70–19,05 mm.

5    :     diameter piala gelas 9,5–10,5 cm.

Diagram uji titik lunak

Memanaskan sampel contoh hingga cair dan memasukkan kedalam ring kemudian meratakan permukaannya

Meletakkan ring pada ring holder dan meletakkan bola baja diatas contoh

Mengisi gelas piala dengan air sampai ketinggian 10.16 cm – 10.78 cm

Memasukkan ring dan beserta bola baja dan thermometer ke dalam gelas piala

Memanaskan gondorukem hingga melunak dan menyentuh plat dasar

Titik lunak adalah suhu rata-rata dari hasil pembacaan bola baja menyentuh plat dasar

IV.3.4. Uji kadar kotoran

–    Bahan tak larut dalam toluen ditentukan dengan cawan Gooch G-3.

–     Contoh yang telah dibuat serbuk halus sehingga lolos pada saringan mesh 10, timbang sebanyak ± 50 gram dalam gelas piala 400 mL yang sudah diketahui beratnya, kemudian larutkan dengan toluol sebanyak ± 200 mL. Contoh yang sudah larut segera disaring melalui cawan Gooch G-3 dengan dibantu penyedotan. Bilas cawan Gooch dengan larutan toluol, kemudian Cawan berserta isi dipanaskan dalam oven pada suhu antara  105°C sampai dengan 110°C selama ± 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama ± 15 menit dan timbang hingga berat tetap.

–     Lakukan pekerjaan duplo.

–     Perhitungan kadar kotoran dengan rumus:

(  W2 –  W0 )

kadar kotoran  ( % )  =                                 x  100 %

W1

Keterangan :

W0    =    Berat cawan Gooch kosong dalam satuan gram.

W1    =    Berat contoh, dalam gram.

W2    =    Berat cawan Gooch kosong + berat contoh, dalam gram.

Diagram uji penentuan kadar kotoran

Menimbang 50 gram serbuk halus gondorukem dan cawan Gooch G-3

Melarutkan sampel dengan toluol  ± 200 mL dalam gelas kimia 400 mL

Menyaring larutan dengan cawan Gooch dengan alat penyedot

Mengoven cawan Gooch yang telah disedot pada temperature 105-110°C

Memasukkan cawan Gooch dalam desikator selama ± 15 menit, kemudian menimbang berat cawan

IV.3.5. Uji komponen yang menguap (volatile component of rosin)

–     Timbang contoh gondorukem yang telah dibuat serbuk halus sebanyak ± 2,5 gram dengan cawan timbang berdiameter 55 mm yang sudah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dipanaskan dalam oven pada suhu (150 ± 5)°C selama ± 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama ± 5 menit dan timbang hingga berat tetap.

–          Lakukan pekerjaan duplo.

–     Perhitungan komponen yang menguap  ( volatile component of resin ) dalam gondorukem dengan rumus:

( W2  –  W )

kadar komponen menguap  ( % )   =                                     x  100 %

( W1  –  W )

Keterangan :

W     =    adalah berat cawan kosong, dinyatakan  dalam gram.

W1    =    adalah berat cawan + contoh uji, dinyatakan dalam gram.

W2    =    adalah berat cawan + contoh uji setelah dipanaskan, dinyatakan  dalam gram.

Diagram kerja uji kadar komponen menguap

Menimbang ± 5 gram serbuk gondorukem yang telah halus dan cawan

Mengoven sampel dalam cawan sampai temperature 150°C selama 1 jam

Memasukkan sampel dalam cawan ke desikator selama 15 menit

Menimbang cawan yang berisi sampel sampai diperoleh berat konstan

IV.3.6. Uji kadar abu

–          Timbang contoh gondorukem yang telah dibuat serbuk halus sebanyak ± 5 gram dalam cawan porsele 100 mL yang sudah diketahui beratnya. Arangkan contoh dengan pembakar Mecker selama ± 1 jam. Sempurnakan pemijaran dengan jalan menempatkan cawan dalam tanur listrik pada suhu 625 ± 5°C sampai diperoleh abu yang berwarna abu–abu. Pijarkan kembali cawan tersebut pada tanur listrik selama ± 30 menit, kemudian dinginkan dalam desikator dan timbang hingga berat tetap.

–     Lakukan pekerjaan duplo.

–     Perhitungan kadar abu dengan rumus :

( W2  –  W )

kadar abu ( % )  =                                   x  100 %

( W1  –  W )

Keterangan:

W     =    adalah berat cawan kosong, dinyatakan  dalam gram.

W1    =    adalah berat cawan + contoh uji, dinyatakan dalam gram.

W2    =    adalah berat cawan + abu, dinyatakan dalam gram.

Diagram uji penentuan kadar abu

Menimbang cawan porselin dan 5 gram serbuk gondorukem

Membakar sampai suhu 625°-630° C selama 1 jam

Memasukkan dalam desikator selama 15 menit

Menimbang berat cawan porselin sampai diperoleh berat tetap

IV. 3.7.Uji bilangan asam.

–     Timbang contoh gondorukem yang telah dibuat serbuk halus sebanyak ± 4 gram dalam erlenmeyer 300 mL yang sudah diketahui beratnya. Dalam erlenmeyer lain didihkan 100 mL alkohol, selama suhunya masih diatas 70° C kemudian dinetralkan dengan larutan KOH 0,5 N dan tambah indikator PP sebanyak 0,5 mL. Tuangkan alkohol yang telah dinetralkan kedalam contoh. Dalam keadaan yang masih panas titrasi dengan KOH 0,5 N. Titik akhir titrasi dicapai apabila penambahan 1 tetes basa menghasilkan sedikit perubahan warna yang jelas dan dapat bertahan selama ± 15 detik.

–     Lakukan pekerjaan duplo.

–     Perhitungan bilangan asam dengan rumus:

V  x  N  x  56,1

Bilangan Asam  =

W

Keterangan:

V         =    adalah volume kalium hidroksida 0,5 N yang diperlukan, dinyatakan dalam mililiter.

N         =    adalah normalitas kalium hidroksida.

W        =    adalah berat contoh uji, dinyatakan dalam gram.

56,1 = berat molekul KOH.

Diagram penentuan bilangan asam

Menimbang serbuk halus gondorukem sebanyak 4 gram, masukkan ke erlemeyer 300 mL

Mendidihkan alkohol dalam erlenmeyer lain sampai suhunya diatas 70ºC

Menetralkan alkohol dengan KOH 0,5N dan menambahkan indikator PP 0,5 mL

Memasukkan sampel ke dalam alkohol yang telah netral dan menitrasi dengan KOH 0,5 N sampai warna merah muda

IV.3.8.  Uji bilangan penyabunan.

–     Timbang contoh gondorukem yang telah dibuat serbuk halus sebanyak ± 4 gram dalam erlenmeyer 300 mL yang sudah diketahui beratnya. Tambahkan 50 mL alkohol netral dan 50 mL larutan KOH 0,5 N kemudian didihkan selama ± 1 jam dibawah kondensor refluks sambil dikocok berulang kali. Pada waktu larutan masih panas titrasi kelebihan KOH dengan menggunakan larutan standar HCl 0,5 N dan tambahkan indikator PP 0,5 mL. Buat penentapan blanko yang terdiri dari 50 mL alkohol netral dan 50 mL larutan KOH  0,5 N yang sama dalam waktu dan kondisi yang sama.

–     Lakukan pekerjaan duplo.

–     Perhitungan bilangan penyabunan dengan rumus:

( V2  –  V1 )  x  N  x  56,1

bilangan penyabunan    =

W

Keterangan :

V1           =    adalah volume asam khlorida 0,5 N yang dibutuhkan untuk contoh uji, dinyatakan dalam mililiter.

V2              =    adalah volume asam khlorida 0,5 N yang dibutuhkan untuk blanko, dinyatakan dalam mililiter.

N            =    adalah normalitas asam klorida yang digunakan.

W           =    adalah berat contoh uji, dinyatakan dalam gram.

56,1        =    berat molekul KOH.

Diagram uji bilangan penyabunan

Timbang Erlenmeyer 300 mL dan gondorukem yang telah dihasilkan  sebanyak 4 gram

Menambahkan 50 mL alkohol netral dan KOH 0,5 N

Mendidihkan campuran gondorukem dan alkohol selama 1 jam dalam kondensor refluks

Menitrasi  campuran larutan dengan HCl 0,5 N pada saat kondisi larutan masih panas dan ditambahkan PP

Membuat penetapan blanko dengan perlakuan sama seperti perlakuan sampel

IV.3.9.Uji bilangan Iod.

–     Timbang contoh gondorukem yang telah dibuat serbuk halus dalam erlenmeyer 300 mL yang sudah diketahui beratnya. Kemudian contoh ditambah dengan 20 mL larutan karbon trikhlorida dan larutan Wijs 25 mL dengan menggunakan pipet 25 mL, kocok agar tercampur sempurna. Simpan larutan contoh ditempat yang gelap selama  ± 30 menit pada suhu 25 ± 5 °C. Setelah ± 30 menit ambil larutan contoh, tambahkan 25 mL larutan KI 10 % kemudian  encerkan dengan 100 mL aquades. Titrasi larutan contoh dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N sambil dikocok, hingga warna kuning hilang. Tambahkan 1–2 mL indikator kanji. Lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Buat penentapan blanko yang  sama dalam waktu dan kondisi yang sama.

–     Lakukan pekerjaan duplo.

–     Perhitungan bilangan Iod dengan rumus:

( V2  –  V1 )  x  N  x  12,69

bilangan Iod   =

W

Keterangan:

V1 adalah volume titrasi contoh uji, dinyatakan dalam mililiter.

V2 adalah volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter.

N adalah normalitas Na2S2O3.

W adalah berat contoh uji, dinyatakan dalam gram.

12,69 adalah bobot setara bilangan iod.

126,9 adalah berat atom bilangan iod.

Diagram uji bilangan Iod

Menimbang Erlenmeyer 300 mL dan gondorukem halus sebanyak 1 gram

Memasukkan CHCl3 dan larutan Wijs 25 mL dalam sampel

Menyimpan contoh uji dalam tempat gelap selama 30 menit, setelah itu diambil

Menambahkan larutan KI 10% lalu mengencerkan dengan aquades 100 mL

Menambahkan larutan kanji, kemudian dititrasi dengan Na2SO4 0,5 N sampai warna biru hilang

VI.4.Syarat lulus uji

Gondorukem dinyatakan lulus uji apabila hasil ujinya sesuai dengan persyaratan umum dan persyaratan khusus dengan standar yang telah ditetapkan dalam SNI 7636: 2011.

Tabel 4.1 Syarat lulus SNI 7636: 2011.

No. Uraian Satuan persyaratan
1. Warna:
  1. Metode Lovibond
  2. Metode Gardner

-Mutu U

X

≤ 6Mutu P

WW

≤ 7Mutu D

WG

≤ 8Mutu T

N

≤ 92.Titik lunakºC≥ 78≥ 78≥ 76≥ 743.Kotoran%≤ 0.02≤ 0.05≤ 0.07≤ 0.104.Abu%≤ 0.02≤ 0.04≤ 0.05≤ 0.085.Komponen menguap%≤ 2≤ 2≤ 2.5≤ 3

 

 

Tabel 4.2 Klasifikasi mutu gondorukem

No.

Klasifikasi mutu

Tanda mutu

Dokumen

Kemasan

Utama (U)

X

X

Pertama (P)

WW

WW

Kedua (D)

WG

WG

Ketiga (T)

N

N

 

Tabel 4.3 Spesifikasi persyaratan mutu gondorukem

No.

Uraian

Mutu U

1.

Bilangan asam

160-190

2.

Bilangan penyabunan

170-220

3.

Bilangan iod

5-25

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

V.1. Hasil Data Pengamatan

Tabel 5.1 Data pengamatan hasil uji sampel gondorukem

No.

Sampel

Parameter analisa

Pengamatan

Gondorukem PGT Sapuran

Uji warna Lovibond

WW

Uji warna Gardner

WW

Uji titik lunak

75ºC

Uji kadar kotoran

0,0409%

Uji komponen menguap

0,959%

Uji kadar abu

0,0181%

Uji bilangan asam

215,58

Uji bilangan penyabunan

199,5511

Uji bilangan Iod

9,3925

V.1.1. Analisis Data

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap gondorukem, diperoleh hasil sebagai berikut:

  1. 5.   Uji Warna
    1. Uji dengan Lovibond

Warna kuning agak bening (mutu WW).

  1. Uji dengan Gardner

Setelah sampel gondorukem dilarutkan dalam toluol menunjukkan bahwa warna gondorukem berada pada gradner 6 (WW).

  1. 6.      Uji Titik Lunak

Hasil uji:

T1 = 74°C

T2 = 76 °C

Titik lunak gondorukem (T rata-rata) = 75°C

7.Uji kadar kotoran

Data pengamatan:

–       Berat saringan kosong = 31,4082 gram

–       Berat contoh = 20,0165 gram

–       Berat kotoran + saringan kosong = 31,4164 gram

Kadar kotoran (%) =  x 100%

Keterangan:

W = berat contoh uji (gram)

W1 = berat saringan kosong (gram)

W2 = berat kotoran + saringan (gram)

Kadar kotoran (%) =  x 100%

= 0,0409 %

  1. 8.   Uji komponen menguap

Data pengamatan

–          Berat cawan kosong = 13,6562 gram

–          Berat cawan + contoh uji = 16,1649  gram

–          Berat cawan + contoh uji setelah dipanaskan = 16,0623 gram

Kadar komponen menguap (%) =  x 100%

Dimana

W adalah berat cawan kosong,dinyatakan dalam gram.

W1 adalah berat cawan + contoh uji, dinyatakan dalam gram.

W2 adalah berat cawan + contoh uji setelah dipanaskan, dinyatakan dalam gram.

Kadar komponen menguap (%) =  x 100%

= 0,959 %

  1. 9.   Uji kadar abu

Data pengamatan:

–          Berat cawan kosong = 33,2157 gram

–          Berat cawan + sampel = 38,1848 gram

–          Berat cawan + abu = 33,2166  gram

Kadar abu (%) =  x 100

Dengan,

W adalah bobot cawan kosong (gram)

W1 adalah bobot cawan + contoh uji (gram)

W2 adalah bobot cawan + abu (gram)

Kadar  abu (%) =  x 100 %

                                           =   x 100%

= 0,0181%

  1. 10.  Uji Bilangan asam

Data pengamatan:

–       Volume larutan KOH = 31 ml

–       Normalitas KOH = 0,5 N

–       Berat contoh uji = 4,0335

Bilangan asam =

Dengan

V adalah volume larutan KOH yang diperlukan (mL).

N adalah Normalitas larutan KOH, N.

W adalah bobot contoh uji, dinyatakan dalam gram.

56,1 adalah berat molekul KOH

Bilangan asam =

Bilangan asam =

= 215,58

  1. 11.  Uji Bilangan Penyabunan

Data pengamatan:

–          Berat erlenmeyer + Gondorukem = 56,8066  gram

–          Berat Erlenmeyer kosong = 55,5532 gram

–          Berat godorukem (W) = 4,0031 gram

–          Normalitas HCl (N) = 0,5 N

–          Berat molekul KOH = 56,1 gram/mol

–          Volume HCl 0,5 N Untuk titrasi sampel (V1) = 11,5 mL

–          Volume HCl 0,5 N untuk sampel titrasi blanko (V2) = 40 mL

Bilangan Penyabunan =

Bilangan penyabunan =

= 199,5511

Uji Bilangan Iod

Hasil pengamatan:

–          Berat Erlenmeyer + gondorukem = 119,5634  gram

–          Berat erlenmeye kosong = 118,5576 gram

–          Berat gondorukem (W) = 1,0133 gram

–          Nomalitas Na2S2O3 = 0,5 N

–          Titrasi Na2S2O3 blanko (V2) = 4,5 mL

–          Titrasi Na2S2O3 sampel (V) = 3 mL

Bilangan Iod  =

Maka Bilangan Iod  =

=

= 9,3925

V.2. Pembahasan

V.2.1. Uji Warna

Gondorukem memiliki warna yang bervariasi, mulai dari kuning pucat, merah tua, bahkan hampir hitam dengan sedikit warna merah (Kirk & Othmer, 2007).

Pengujian warna gondorukem merupakan pengujian visual yang menjadi salah satu indikator awal untuk menentukan mutu dari gondorukem itu sendiri. Pada pengujian warna terdapat dua metode yang dapat digunakan yaitu dengan metode Lovibond dan Gardner. Pengujian dengan Lovibond yaitu mencocokkan sampel dengan standar warna menggunakan alat Lovibond comparator. Penggunaan metode ini tergolong manual dengan mengandalkan penglihatan visual saja. Terdapat 15 standar warna Lovibond yaitu, XC, XB, XA, X, WW, WG, N, M, K, I, H, G, F, E dan D. Warna gondorukem disebut dengan x (Rex) untuk warna kuning paling jernih, kemudian WW (Water White) untuk warna kuning, WG (Windows Glass) untuk warna kuning agak coklat, dan N (Nancy) untuk warna kecoklatan serta M dan seterusnya untuk warna lebih gelap.

Dalam menggunakan metode Lovibond terdapat kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari metode Lovibond yaitu penggunaannya yang mudah dan cepat dalam menganalisis sampel gondorukem. Kelemahan dari metode Lovibond yaitu setiap penguji dapat mempunyai penglihatan visual yang berbeda dalam menganalisis warna untuk itu dibutuhkan penglihatan visual yang tajam dalam membandingkan warna gondorukem dengan warna standar Lovibond.  Hasil uji warna dengan metode Lovibond untuk gondorukem PGT Sapuran yaitu termasuk mutu WW.

Pengujian warna dengan metode Gardner merupakan pengujian dengan teknik melarutkan gondorukem dengan suatu pelarut kemudian dicocokan dengan standar warna Gardner pada liquid color iluminator. Warna liquid color iluminator mempunyai grade yang berbeda untuk setiap tabung gradner yang dapat digunakan sebagai pencocokan warna mutu suatu gondorukem.

Pelarut yang digunakan pada pengujian dengan metode Gardner adalah tuluol. Toluol sendiri merupakan pelarut yang umum untuk senyawa organik. Semakin gelap warna gondorukem maka mutunya akan semakin jelek. Hasil untuk mutu gondorukem  metode Gardner adalah mutu WW pada grade 7.

Dari kedua metode pengujian warna dengan Gradner dan Lovibond diperoleh kesimpulan yang sama untuk mutu gondorukem mempunyai kualitas WW. Faktor yang mempengaruhi warna suatu gondorukem yaitu jumlah pengotor dan pengaturan pemasakan larutan getah pinus menjadi gondorukem. Pengotor disini dapat berupa ion ferri yang ada pada gondorukem yang dapat menjadikan warna gondorukem menjadi kuning gelap. Untuk memisahkan ion ferri dapat digunakan asam oksalat dan air ke dalam mixer. Ion ferri diikat oleh ligan dari oksalat membentuk garam kompleks yang mengendap sebagai besi oksalat.

Pengaturan suhu pemasakan dapat mempengaruhi warna gondorukem yang dihasilkan dari proses pengolahan getah pinus. Kirk dan Othmer (2007) mengatakan bahwa pemanasan yang terlalu lama merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengotoran warna gondorukem. Selain itu pengotoran warna pada gondorukem juga diduga disebabkan karena pada asam resin terdapat senyawa-senyawa yang tidak tersabunkan dan senyawa yang memiliki berat molekul tinggi (Maeda & Yoshihiro, 1989).

V.2.2. Uji Titik Kelunakan

Pengujian titik lunak dilakukan dengan menggunakan set alat softening point ring ball apparatus. Softening point merupakan ukuran kekerasan dari gondorukem. Pembacaan suhu pada thermometer dilakukan saat bola baja menyentuh plat dasar yaitu pada 75ºC. Sedangkan menurut SNI titik lunak gondorukem mutu WW berada pada suhu ≥ 78ºC. Prinsip yang digunakan pada pengujian titik lunak yaitu melunaknya gondorukem dengan bantuan kalor air dan dengan bantuan gravitasi bumi, maka bola baja menembus gondorukem yang sudah lunak sehingga dapat menyentuh plat dasar. Titik lunak yaitu temperatur pada saat bola baja menyentuh plat dasar.

Titik lunak menunjukkan sifat yang khas gondorukem yang diakibatkan  tingkat kemasakannya. Tingkat kemasakan gondorukem berhubungan erat dengan kadar terpentin yang tersisa dalam gondorukem. Makin kecil kadar terpentin sisa, makin tinggi nilai titik lunak gondorukem (Djatmiko et al.1973).

V.2.3. Uji Kadar Kotoran

Kadar kotoran dalam gondorukem diperoleh dari jumlah bahan yang tidak larut dalam toluene pada kondisi tertentu, yang dinyatakan dalam persen (%). Toluol merupakan pelarut organik yang bersifat inert sehingga sangat baik untuk melarutkan gondorukem yang akan dianalisis kadar kotorannya. Selain sifatnya yang bersifat inert, toluol juga bersifat non polar dan tidak larut dalam air yang sesuai untuk melarutkan senyawa yang ada dalam gondorukem yang bersifat non polar.

Untuk menyaring kotoran yang ada, maka digunakan cawan Gooch yang bersih, kemudian dihubungkan dengan pompa untuk mempercepat proses penyaringan. Pada proses ini kotoran-kotoran halus akan tertinggal di cawan Gooch sedangkan gondorukem yang terlarut dalam toluol akan masuk ke dalam erlenmeyer. Untuk melarutkan semua gondorukem yang masih tersisa pada cawan Gooch, maka dilakukan penyaringan lagi dengan melarutkan dengan toluol sampai beberapa kali.

Setelah dilakukan penyaringan dengan pelarut, langkah selanjutnya yaitu melakukan pemanasan cawan Gooch beserta isinya pada suhu 105-110ºC. Pemanasan ini bertujuan agar semua komponen yang mudah menguap tidak ada lagi dalam isi cawan Gooch yang didalamnya terdapat sisa kotoran hasil penyaringan.

Kadar kotoran pada gondorukem dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, penyadapan getah pinus, perlakuan getah sebelum proses pemasakan gondorukem. Pada saat menyadap getah pinus, para penyadap menggunakan semacam bahan yang terbuat dari kaleng yang berfungsi untuk media mengalirnya getah. Logam seperti besi dalam bentuk  Fe3+ yang berwarna kekuningan sangat berpengaruh pada saat penyadapan. Getah pinus yang dijadikan bahan baku pembuatan terpentin ini terdapat logam besi. Untuk mengatasi kontaminasi logam besi pada getah, maka digunakan garam oksalat sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi besi dapat dihilangkan.  Berikut reaksi pengendapan ferri:

H2C2O4                                H+ + C2O4

Fe3+ + 3C2O4                       [Fe(C2O4)3]3+      (Vogel.1990)

Walaupun demikian belum tentu ion oksalat sepenuhnya mengikat ion besi karena jika oksalat yang ditambahkan tidak tepat maka bisa jadi besi masih tetap berada dalam gondorukem.

Faktor berikutnya yaitu perlakuan getah dimana faktor ini menjadi penting karena getah merupakan bahan awal. Beberapa penyadap mungkin tidak terlalu menghiraukan akan adanya kotoran seperti, debu, pasir dan ranting pohon yang ada disekitar hutan pinus. Ini menjadi masalah serius ketika getah sudah masuk ke dalam proses pemasakan semua kotoran dari getah mempengaruhi hasil gondorukem yang dihasilkan. Untuk itu perlu dilakukan analisis mutu awal terhadap kadar kotoran pada getah pinus sebelum dilakukan pemasakan.

V.2.4. Uji Komponen Menguap

Yang dimaksud kadar komponen menguap disini yaitu jumlah bagian yang menguap dalam gondorukem setelah dipanaskan pada suhu (150 ± 5ºC). Cara ini merupakan langkah awal untuk mengetahui komponen zat lain yang ada dalam gondorukem. Zat yang mudah menguap disini kemungkinan besar adalah komponen dari minyak terpentin. Untuk mengatasi banyaknya komponen yang mudah menguap yang dapat ikut terbawa pada produk gondorukem, maka langkah yang tepat adalah dengan mengatur sistem suhu pemasakan getah sebaik mungkin.

Semakin murni suatu gondorukem, maka semakin sedikit jumlah komponen yang mudah menguap. Salah satu ciri dari gondorukem yang mempunyai kemurnian tinggi terhadap kadar komponen menguap adalah teksturnya yang tidak lunak.

Pada pengujian komponen menguap yang telah dianalisis didapatkan kadar komponen menguap sebesar 0,959%.

 

V.2.5. Uji Kadar Abu

Pengujian kadar abu menggunakan alat pembakar (macker/furnace). Pengujian ini digunakan untuk menentukan sisa pembakaran gondorukem yang dinyatakan dalam persen (%). Untuk memudahkan proses pembakaran maka luas permukaan diperbesar yaitu dengan membuat gondorukem dalam bentuk serbuk. Sampel dibakar dalam macker/furnace selama 1 jam pada sampai suhu 650ºC hingga akhirnya berubah menjadi abu. Untuk menghilangkan bekas sisa pembakaran, maka sampel kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Jumlah kadar abu sangat berkaitan dengan proses pemasakan gondorukem. Semakin baik proses pengolahan suatu gondorukem, maka kadar abu gondorukem yang dihasilkan akan semakin sedikit. Kadar abu berkaitan dengan kadar kotoran, semakin kecil nilai kadar abu maka semakin baik kualitas ester pada gondorukem.

Pada pengujian kadar abu gondorukem ini diperoleh kadar abu sebesar 0,0181%.

V.2.6. Uji Penentuan Bilangan Asam

Bilangan asam didefinisikan sebagai banyaknya KOH dalam mg yang diperlukan untuk menetralkan satu gram asam resin yang terkandung dalam senyawa gondorukem (RSNI 2010).

Pengujian bilangan asam dilakukan dengan tujuan untuk menentukan jumlah asam lemak bebas dalam sampel gondorukem, selain itu dapat juga digunakan sebagai indikator adanya kerusakan bahan yang disebabkan adanya proses hidrolisis.

Awalnya alkohol dididihkan dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan sampel gondorukem yang sudah dihaluskan sebelumnya. Pemanasan alkohol mempunyai tujuan agar sampel gondorukem mudah larut didalamnya. Setelah gondorukem dilarutkan dalam alkohol kemudian larutan di titrasi dengan KOH 0,1 N. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diketahui dapat diketahui bahwa sampel gondorukem mempunyai angka asam sebesar 215,58.

Gambar 5.1 Reaksi hidrolisis trigliserida

            Alkohol netral panas digunakan sebagai pelarut netral supaya tidak mempengaruhi pH karena titrasi asam basa. Alkohol dipanaskan untuk meningkatkan kelarutan asam lemak. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam dengan basa yang menghasilkan garam. Reaksinya adalah sebagai berikut:

Gambar 5.2 Reaksi asam lemak dengan KOH

            Bilangan asam yang dihasilkan pada pengujian ini menunjukkan bahwa asam lemak bebas yang ada pada gondorukem cukup besar. Gondorukem mempunyai bilangan asam yang cukup besar dimungkinkan karena gondorukem dapat terhidrolisis dan teroksidasi selama proses penyimpanan, sehingga asam lemak bebasnya meningkat.

V.2.7. Uji Penentuan Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan dapat diartikan sebagai banyak basa dalam milligram untuk menyabunkan 1 gram lemak, baik lemak bebas maupun tak jenuh yang ada dalam suatu sampel.

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah alkali yang diperlukan dalam proses penyabunan. Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya asam lemak bebas atau pun terikat dalam suatu senyawa. Pada refluks dengan alkali, gliseril ester akan terhidrolisis sehingga menghasilkan gliserol dan garam potassium dalam asam lemak. Pada pengujian ini gondorukem yang digunakan dihaluskan dalam bentuk serbuk, dengan maksud agar mudah terlarut dalam alkohol.

Bilangan penyabunan setiap jenis minyak atau lemak berbeda bergantung pada jenis asam lemak yang menyusunnya. Reaksi penyabunan akan terjadi ketika KOH berlebih dalam alkohol ditambahkan ke dalam sejumlah contoh minyak atau lemak. Senyawa alkali tersebut akan bereaksi dengan asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida. Reaksi penyabunan adalah sebagai berikut:

Gambar 5.3 Reaksi penyabunan trigliserida

            Prinsip pengujian bilangan penyabunan ini adalah menentukan bilangan penyabunan dari jenis minyak atau lemak dari jumlah mL titran (HCl) yang dibutuhkan untuk menetralkan KOH yang berlebih. Apabila HCl yang dibutuhkan untuk titrasi sedikit, maka jumlah KOH berlebih juga sedikit karena sebagian besar KOH bereaksi dengan asam lemak. Sebaliknya, apabila jumlah HCl yang dibutuhkan banyak, maka jumlah KOH berlebih banyak karena hanya sebagian kecil KOH yang bereaksi dengan asam lemak sehingga bilangan penyabunan juga rendah (Hariyani, 2006).

V.2.8. Uji Penentuan Bilangan Iod

Bilangan iod merupakan bilangan yang menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang terkandung dalam suatu senyawa, atau banyaknya garam iodin yang dapat diikat oleh 100 gram minyak. Bilangan iod merupakan parameter yang dibutuhkan dalam analisa produk minyak gondorukem untuk mengetahui tingkat kejenuhannya.

Percobaan ini berhubungan untuk mengetahui banyaknya ikatan rangkap dalam sampel gondorukem. Iodium bereaksi dengan ikatan rangkap dalam sampel gondorukem. Kejenuhan suatu minyak menandai jumlah ikatan rangkap yang terdapat di dalamnya, menjadi acuan tingkat kemudahan suatu minyak-lemak teroksidasi, sekaligus mengindikasikan tinggi rendahnya titik cairnya. Semakin jenuh suatu minyak berarti semakin kecil pula jumlah ikatan rangkap dalam molekul trigliseridanya, semakin sulit minyak untuk teroksidasi, dan semakin tinggi titik cairnya. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya. Penambahan kloroform dalam uji iod berfungsi untuk melarutkan minyak atau lemak gondorukem yang diuji. Dalam keadaan larut minyak atau lemak akan lebih mudah bereaksi dengan reagen yang diberikan.

Prinsipnya iodin bereaksi dengan ikatan rangkap dalam asam lemak yang dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar 5.4 Reaksi adisi asam abietat dengan Iod

            Jumlah ikatan rangkap dalam asam resin ataupun trigliserida menentukan seberapa banyak atom I yang dapat bereaksi. Selanjutnya penambahan KI akan memecah kembali ikatan iodin dengan asam resin ataupun trigliserida tersebut sehingga atom I yang sudah berikatan kembali terlepas dan membentuk senyawa I2. Senyawa I2 inilah yang dijadikan representasi jumlah ikatan rangkap pada minyak atau lemak melalui titrasi dengan Na2SO3. Alasan penambahan amilum adalah agar perubahan warna dapat dideteksi dengan mudah sehingga lebih akurat. Amilum akan membuat campuran yang mengandung iodine menjadi berwarna biru. Dengan dititrasi dengan Na2SO3 maka warna biru akan menjadi tak berwarna.

BAB VI

PENUTUP

 

4.1. Kesimpulan

Dari hasil pengujian pengujian gondorukem yang telah dilakukan, diperoleh data:

  1. Warna: WW
  2. Titik lunak: 75°C
  3. Kadar kotoran: 0,0409%
  4. Komponen menguap: 0,959%
  5. Kadar abu: 0,0181%
  6. Bilangan asam: 215,58
  7. Bilangan penyabunan: 199,5511
  8. Bilangan iod: 9,3925

Dari hasil data diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa sampel gondorukem yang telah diuji dengan standar SNI 7636: 2011 dimasukkan ke golongan pertama (mutu WW).

4.2. Saran

Sebaiknya sebelum menguji sampel gondoruke, penguji memahami sifat-sifat kimia maupun fisik gondorukem.

Sebaiknya Perum Perhutani perlu mengadakan penelitian mengenai analisis kualitas getah sampai produk terpentin dan gondorukem secara rutin.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Baharudin dan Taskirawati I. 2009. Hasil Hutan Bukan Kayu. Buku ajar. Fakultas  Kehutanan. Universitas Hasanudin. Makasar.

Darryl Darussalam. 2011. Pendugaan Potensi Serapan Karbon pada Tegakan Pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Djatmiko, B., Sumadiwangsa, S. dan S. Ketaren. 1973. Pengujian kualitas gondorukem. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan No.10. Bogor.

Fachroji. 2009. The Competitivenes of Indonesia Gum Gondorukem in World Market. Presented in RSNI discussion at Hotel Atlet Century Park. Jakarta.

Harahap, R.M.S,. 2000. Uji Asal Benih Pinus merkusii di Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.

Hariyani, S. 2006. Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap Kualitas VCO. Skripsi. Fakultas FMIPA UNNES. Semarang.

http://trubusan.blogspot.com diakses pada 12 Oktober 2012.

http://yprawira01.blogspot/2008/10/gondorukem.html diakses pada 12 Oktober  2012.

http://wikipedia.ac.id/pinus diakses pada 12 oktober 2012.

Kirk RE, Othmer DF. 2007. Encyclopedia of Chemical Technology 4 th. Volume ke-21. The Interscience Encyclopedia, Inc. Newyork.

Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira, K. Kadir. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.  Bogor.

Santosa, G. 2010. Pemanenan Hasil Hutan Bukan Kayu. Modul Praktik Pengelolaan Hutan. Fakultas Kehutanan.IPB. Bogor.

Sanudin. 2009. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat Pinus di Kabupaten Humbang Hasundutan. Jurnal Analisis Kebikajakan Kehutanan Vol. 6 No. 2 Halaman : 131 – 149. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Sumatera utara.

Siregar, EBMS. 2005. Pemuliaan Pinus merkusii. Fakultas Pertanian. Jurusan Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

SNI. 2010. Gondorukem. Badan Standarisasi Nasional.

Sundawati,L dan Alfonsus H. 2008. Sumber Pendapatan Yang Potensial di Danau Toba. Pusat Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro,a.s.:Setiono dkk, Edisi Kelima. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Waluyo, T.K. 2009. Komponen Kimia Minyak Terpentin Pinus Eksotik Asal Aek Nauli, Sumatera Utara. Jurnal Hasil Hutan Vol.15 No.2, halaman 89 – 94. Pusat Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Wiyono, B., S. Tachibana, D. dan Tinambunan. 2006. Chemical compotition of Indonesian Pinus merkusii turpentine oil gum oleoresin and gondorukem from Java and Sumatra. Bogor.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar»

No comments yet — be the first.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.